gugur


Rabu, 11 Desember 2013

Aksara Jawa

Aksara Jawa, atau dikenal juga sebagai Hanacaraka adalah salah satu aksara tradisional Nusantara yang digunakan untuk menulis bahasa Jawa dan beberapa bahasa daerah Indonesia lainnya. Bentuk kontemporer aksara Jawa terbentuk sejak masa kesultanan Mataram abad ke-17, dan bentuk tercetaknya muncul pada abad 19. Semenjak Perang Dunia II, penggunaannya mengalami penurunan dan sekarang bahasa Jawa lebih umum ditulis dengan aksara Latin. 

Konsonan dasar (aksara nglegéna)

Untuk menulis bahasa Jawa modern, digunakan 20 konsonan dasar yang disebut sebagai aksara nglegena. Namun untuk menulis bahasaJawa Kuno, digunakan 33 konsonan dasar. Huruf-huruf tambahan ini merepresentasikan suara yang tidak dipakai lagi dalam bahasa Jawa modern, yang kemudian digunakan sebagai huruf 'kapital' dalamortografi kontemporer.
Tanpa sandhangan, sebuah konsonan dibaca dengan vokal inheren /a/ atau /ɔ/. Kapan kedua vokal tersebut digunakan bergantung pada posisi dan sifat aksara, yang diatur sebagai berikut:
Konsonan dibaca dengan vokal /ɔ/ apabila huruf sebelumnya memiliki sandhangan swara.
Konsonan dibaca dengan vokal /a/ apabila huruf setelahnya memiliki sandhangan swara.
Konsonan awal sebuah kata umumnya dibaca dengan vokal /ɔ/, dengan pengecualian apabila dua huruf setelahnya merupakan huruf dasar tanpa sandhangan, maka konsonan tersebut dibaca dengan vokal /a/.


Pasangan
Tanda baca pangkon tidak boleh digunakan ditengah kalimat. Ketika sebuah konsonan kosong (konsonan yang vokal inherennya diihlangkan) muncul ditengah kalimat, huruf setelah konsonan kosong tersebut diubah menjadi bentuk subskrip yang bernamapasangan. Setiap huruf konsonan Jawa memiliki pasangan, dengan bentuk dan penataan yang beragam. Namun umumnya, pasangan berada dibawah garis penulisan dan bentuknya berbeda dari konsonan dasarnya.
Beberapa pasangan perlu disambungkan dengan huruf dasar (dengan cara yang sama seperti tanda baca suku) seperti na, wa, dan nya, beberapa ditulis segaris dengan huruf dasar, seperti pa, sa, dan ha. Pasangan ka, ta, dan la hanya memiliki bentuk unik apabila ditulis tanpa tanda baca menyambung. Ketika ditulis dengan suku atau pengkal semisal, bentuk kedua pasangan tersebut menjadi sama dengan huruf dasarnya, namun tetap ditulis dibawah garis. Huruf seperti ya dan ra memiliki bentuk pasangan yang persis sama seperti huruf dasarnya.


Tanda baca konsonan
Terdapat dua macam tanda baca konsonan, yaitu tanda baca pengakhir konsonan (sandhangan panyigeging wanda) dan tanda baca penyisip konsonan (sandhangan wyanjana).
Tanda Baca Pengakhir Konsonan
Sandhangan panyigeging wanda


Catatan:
Panyangga biasanya hanya digunakan untuk silabel suci HinduOm.
Pangkon digunakan untuk menghilangkan vokal inheren suatu vokal, namun hanya digunakan pada akhir kalimat. Apabila sebuah konsonan tanpa vokal muncul ditengah kalimat, digunakan bentuk pasangan (lihat bagian pasangan).

Tanda Baca Penyisip Konsonan
Sandhangan wyanjana



Tidak ada komentar:

Posting Komentar