Aksara
Jawa
Aksara
Jawa, atau dikenal juga sebagai Hanacaraka adalah salah satu aksara tradisional Nusantara yang digunakan untuk
menulis bahasa Jawa dan
beberapa bahasa daerah Indonesia lainnya.
Bentuk kontemporer aksara Jawa terbentuk sejak masa kesultanan Mataram abad
ke-17, dan bentuk tercetaknya muncul pada abad 19. Semenjak Perang Dunia II, penggunaannya mengalami
penurunan dan sekarang bahasa Jawa lebih umum ditulis dengan aksara Latin.
Konsonan
dasar (aksara nglegéna)
Untuk
menulis bahasa Jawa modern,
digunakan 20 konsonan dasar yang disebut sebagai aksara nglegena. Namun
untuk menulis bahasaJawa Kuno,
digunakan 33 konsonan dasar. Huruf-huruf tambahan ini merepresentasikan suara
yang tidak dipakai lagi dalam bahasa Jawa modern, yang kemudian digunakan sebagai
huruf 'kapital' dalamortografi kontemporer.
Tanpa sandhangan,
sebuah konsonan dibaca dengan vokal inheren /a/ atau /ɔ/. Kapan
kedua vokal tersebut digunakan bergantung pada posisi dan sifat aksara, yang
diatur sebagai berikut:
Konsonan
dibaca dengan vokal /ɔ/ apabila huruf sebelumnya memiliki sandhangan
swara.
Konsonan
dibaca dengan vokal /a/ apabila huruf setelahnya memiliki sandhangan
swara.
Konsonan
awal sebuah kata umumnya dibaca dengan vokal /ɔ/, dengan
pengecualian apabila dua huruf setelahnya merupakan huruf dasar tanpa sandhangan,
maka konsonan tersebut dibaca dengan vokal /a/.
Pasangan
Tanda
baca pangkon tidak boleh digunakan ditengah kalimat. Ketika sebuah
konsonan kosong (konsonan yang vokal inherennya diihlangkan) muncul ditengah
kalimat, huruf setelah konsonan kosong tersebut diubah menjadi bentuk
subskrip yang bernamapasangan. Setiap huruf konsonan Jawa memiliki pasangan,
dengan bentuk dan penataan yang beragam. Namun umumnya, pasangan berada dibawah
garis penulisan dan bentuknya berbeda dari konsonan dasarnya.
Beberapa pasangan perlu
disambungkan dengan huruf dasar (dengan cara yang sama seperti tanda baca suku)
seperti na, wa, dan nya, beberapa ditulis segaris dengan huruf dasar, seperti
pa, sa, dan ha. Pasangan ka, ta, dan la hanya memiliki bentuk unik
apabila ditulis tanpa tanda baca menyambung. Ketika ditulis dengan suku atau pengkal semisal,
bentuk kedua pasangan tersebut menjadi sama dengan huruf dasarnya, namun tetap
ditulis dibawah garis. Huruf seperti ya dan ra memiliki bentuk pasangan yang
persis sama seperti huruf dasarnya.
Tanda
baca konsonan
Terdapat
dua macam tanda baca konsonan, yaitu tanda baca pengakhir konsonan (sandhangan panyigeging
wanda) dan tanda baca penyisip konsonan (sandhangan wyanjana).
Tanda
Baca Pengakhir Konsonan
Sandhangan
panyigeging wanda
|
Catatan:
Pangkon digunakan
untuk menghilangkan vokal inheren suatu vokal, namun hanya digunakan pada akhir
kalimat. Apabila sebuah konsonan tanpa vokal muncul ditengah kalimat, digunakan
bentuk pasangan (lihat bagian pasangan).
Tanda Baca Penyisip Konsonan
Sandhangan
wyanjana
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar