Hikayat asal usul suku
Jawa dan bahasa Jawa
Menurut hikayat, asal muasal suku Jawa diawali dari
datangnya seorang satria pinandita yang bernama Aji Saka. Ia adalah orang yang
menulis sebuah sajak, dimana sajak itu yang kini disebut sebagai abjad huruf
Jawa hingga saat ini. Maka dari itu, asal mula sajak inilah yang digunakan
sebagai penanggalan kalender Saka. Definisi suku Jawa adalah penduduk asli
pulau Jawa bagian tengah dan timur, kecuali pulau Madura. Selain itu, mereka
yang menggunakan bahasa Jawa dalam kesehariannya untuk berkomunikasi juga
termasuk dalam suku Jawa, meskipun tidak secara langsung berasal dari pulau
Jawa. Demikian adalah definisi Magnis-Suseno mengenai suku bangsa Jawa. Asal
usul suku Jawa juga berkaitan dengan bahasa yang digunakan, yakni bahasa Jawa.
Secara resmi, ada dua jenis bahasa Jawa yang digunakan oleh masyarakat suku
Jawa. Dua jenis bahasa ini tersedia sebagai berikut:
1. Bahasa Jawa Ngoko
adalah bahasa Jawa yang digunakan oleh orang yang sudah akrab, orang dengan
usia yang sama atau seseorang kepada orang lain yang status sosialnya lebih
rendah.
2. Bahasa Jawa Kromo.
Bahasa tersebut digunakan kepada orang yang belum akrab, dari orang muda kepada
orang tua atau dengan orang yang status sosialnya lebih tinggi.
Pada bahasa Kromo, masih ada pembagian menjadi dua macam,
yakni Kromo Madya dan Kromo Halus atau Kromo Inggil. Dimana Kromo Madya
digunakan sebagai bahasa pergaulan yang lebih sopan daripada bahasa Ngoko.
Sedangkan untuk Kromo Inggil digunakan kepada orang yang lebih tua atau
memiliki jabatan dan status sosial yang jauh lebih tinggi dibandingkan yang
berbicara.
Penggolongan sosial
masyarakat Jawa
Dalam masyarakat Jawa terdapat penggolongan sosial yang
pernah dibahas oleh seorang antropolog dari Amerika Serikat bernama Clifford
Geertz. Ia membagi suku Jawa dalam tiga golongan. Golongan tersebut antara
lain:
1.
Kaum santri
Golongan ini adalah mereka yang memeluk agama Islam dan
menganut agama Islam sebagai jalan hidupnya.
2.
Kaum Abangan
Kaum abangan adalah mereka yang masih berpegang pada adat
istiadat Jawa, meskipun mereka memeluk berbagai agama. Kaum ini sering disebut
dengan Kejawen, maka ada istilah Islam Kejawen, Kristen Kejawen dan lain
diantaranya. Beberapa priyayi kuno masuk dalam golongan ini.
3.
Kaum Priyayi
Kaum priyayi adalah mereka yang bekerja sebagai pegawai
atau para cendikiawan. Mereka pada umumnya bekerja untuk pemerintah atau swasta
dengan status sosial yang lebih tinggi dari orang kebanyakan.
Penggolongan sosial ini berkaitan dengan bahasa yang
sudah dibahas diatas. Dalam melakukan komunikasi antara satu dengan lainnya,
digunakan bahasa yang berbeda. Hal ini merupakan cara tersendiri bagi
masyarakat suku Jawa dalam menunjukkan rasa hormat kepada orang yang lebih tua,
dituakan, pejabat, orang yang lebih muda, ayah, ibu dan sebagainya.
Padangan hidup,
kepercayaan, dan watak suku jawa
Setelah kita membahas asal usul, bahasa dan golongan
sosial suku Jawa, maka kita akan melanjutkan pada karakteristik suku Jawa
berikutnya, yakni sistem kekerabatan. Dalam suku Jawa, sistem kekerabatan
disesuaikan dengan asal usulnya. Sistem yang digunakan adalah bilateral, yakni
hubungan kekerabatan berasal dari kedua orang tua, ayah dan ibu. Maka dari itu
disimpulkan bahwa hubungan kekerabatan suku Jawa tidak seperti suku lain
kebanyakan yang hanya satu garis saja.
Pandangan hidup dan
kepercayaan suku Jawa
Masing-masing suku bangsa di Indonesia pasti memiliki
pandangan hidup dan kepercayaan masing-masing. Suku Jawa menyakini bahwa apa
yang ada di dunia ini adalah satu kesatuan hidup yang harus dipelihara dengan
harmoni. Manusia itu satu kesatuan dengan alam semesta, hal ini menyebabkan
masyarakat Jawa yakin bahwa hidup manusia adalah suatu pengembaraan yang penuh
dengan pengalaman religius. Hal ini membuat suku Jawa menggolongkan hidup
berdasarkan ulasan diatas. Hidup ini terdiri dari dua macam alam, yakni:
1. Alam Makrokosmik
yakni alam yang misterius, penuh dengan hal yang sifatnya supranatural.
2. Alam Mikrokosmik
yakni alam yang nyata, alam yang kita tinggali saat ini.
Definisi dua alam ini menunjukkan bahwa suku Jawa
memiliki tujuan hidup, yakni mencapai keseimbangan dalam mikrokosmik dan
makrokosmik. Kepercayaan yang terbesar adalah untuk memiliki kehidupan yang
baik di dunia, kita harus menjadi pribadi dan jiwa yang baik. Pembagian alam
ini ditujukan untuk memudahkan masyarakat suku Jawa menjalani kehidupan.
Sedangkan mengenai sistem kepercayaan kepada sang pencipta, suku Jawa adalah paling
berpikiran terbuka, namun kebanyakan masih menganut kejawen. Kejawen adalah
kepercayaan warisan nenek moyang yang memiliki sinkritisme dengan agama Hindu.
Hal ini sangat wajar karena agama Hindu dan Budha menyebar terlebih dahulu
daripada agama Islam di pulau Jawa.
Watak Suku Jawa
Setiap suku pasti memiliki karakter dominan yang berbeda
antara satu dengan lainnya. Suku Jawa terkenal sebagai bangsa yang penuh dengan
tata krama, berbudi pekerti halus, ulet mengerjakan sesuatu. Memiliki
kecenderungan tertutup dan tidak berterus terang adalah salah satu watak yang
paling terkenal pada suku Jawa. Hal ini disebabkan oleh kebiasaan orang Jawa
yang menghindari konflik dan ingin memelihara hubungan yang harmonis. Suku Jawa
tidak menyukai pertikaian, namun seringkali menjadi negatif karena terkadang
menyimpan dendam sesama saudara atau orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar